Kaidah Hijjaiyyah
Untuk mempelajari huruf hijaiyah tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu huruf-hurufnya. Huruf hijaiyah terbagi menjadi 28 makhraj (pengucapan huruf). Jika selama ini kita mengenal susunan huruf Arab dari ALIF sampai YA (A-Ba-Ta-Tsa), itu adalah urutan huruf Arab yang disusun dan dikelompokkan menurut kemiripan bentuknya. Namun sebenarnya urutan huruf Arab yang sesungguhnya adalah dari ALIF sampai GHAIN (A-Ba-Ja-Dun atau disingkat ABJAD).
Perhatikan susunan huruf hijaiyah dibawah ini.
Dalam ilmu hikmah yang akan kita pelajari, tentu saja urutan huruf Hijaiyah yang dipakai adalah Susunan Abjad atau disebut juga dengan istilah Kaidah Abjadiyyah. Dimana dalam kaidah Abjadiyyah ini, setiap huruf memiliki nilai numerik (angka).
Apa itu nilai numerik?
Angka yang kita kenal sekarang yaitu angka 1, 2, 3 dan seterusnya sebenarnya dikenal belum lama oleh manusia. Sebelum ada angka-angka tersebut (1,2,3 dst) orang melakukan penghitungan berdasarkan simbol atau karakter yang merepresentasikan sebuah angka.
Pada awalnya dijumpai angka-angka yang diucapkan dan angka-angka yang disimbolkan dengan jari tangan (diindikasikan oleh posisi tangan dan jari-jari). Bahkan sampai sekarang masih ada segolongan suku di Indonesia yang masih menggunakan metode ini, misalnya cara jual beli sapi di Madura.
Selanjutnya untuk pencatatan secara permanen dan penghitungan diperlukan apa yang disebut sebagai “NUMERAL” yang merupakan sebuah simbol atau karakter yang digunakan untuk mewakili sebuah bilangan. Misalnya, dalam sistim Romawi angka “SATU” disimbolkan (ditulis) dengan huruf “I”. Angka “LIMA” disimbolkan “V”, Sepuluh=X, Limapuluh=L, Seratus=C, Limaratus=D, dan Seribu=M. Bila kita menemukan tulisan Romawi misalnya “MCMLXXV” itu maksudnya adalah angka “1975”.
Jika kita memperhatikan sistem angka tersebut.
- Angka-angka itu adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9.
- Maka kita perlu mengulang angka-angka itu lagi untuk menjadi 10 (puluhan), 100 (ratusan), 1000 (ribuan).
- Misalnya, untuk membuat angka 10, kita memilih 1 dan 0 dari deretan digit tunggal (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9).
- Sehingga, angka 9 adalah angka digit tunggal terakhir.
- Sistem per-angka-an normal adalah tak terbatas. Kita seringkali menyebut angka ratusan, ribuan, jutaan, milyaran, dan seterusnya. Namun tidak terdapat “satu angka besar ” yang dapat disebut sebagai angka terakhir yang setelah itu tidak ada lagi angka lain.
- Dari sinilah angka 9 digunakan sebagai digit terakhir, tanpa ulangan.
Kaidah Abjad dan nilai numerik ini dipergunakan untuk menghitung nilai suatu nama, Asma Allah dan ayat-ayat Al-Quran. Misalnya dalam bacaan wirid-wirid Asmaul Husnah kita sering menemui jumlah angka wiridnya.
Contoh: Asma Allah “AL KHOBIR” dibaca “Yaa KHOBIR” sebanyak 812 kali. “AL LATHIIF” dibaca “Ya Lathiif” sebanyak 129 kali, Kalimat Basmalah dibaca 786 kali dan sebagainya. Angka-angka tersebut didapat dengan cara dihitung (hisab) dengan kaidah Abjadiyyah. Simak penjelasan berikut ini.
Cara Menghitung (Hisab) Huruf Asma Al Husna dan Ayat-ayat Suci
Misalnya:
Asma AL KHOBIR :
Kata Asma AL KHOBIR dipisahkan perhuruf, yaitu: alif – lam – kho – ba – ya – ro.
Huruf alif dan lam pada AL tidak dihitung, jadi yang dihitung kata dasarnya (KHOBIR = KHO – BA – YA – RO).
Dari tabel Nilai Numerik Huruf Arab (Abjad) didapatkan:
kho nilainya = 600ba nilainya = 2
ya nilainya = 10
ro nilainya = 200 +
Jumlahnya = 812
Contoh 2 :
Asma AL LATHIIF :
Contoh Lain: Bismillahirrohmanirrohim :
Inilah rahasia bacaan “Bismillahirrohmanirrohim“ secara masyhur dibaca 786 kali. Para ulama terdahulu menghitungnya berdasarkan Kaidah Abjadiyyah ini.
Demikianlah salah satu kegunaan dari Ilmu Huruf Kaidah Abjadiyah ini, dan tentu saja dalam ilmu hikmah, kaidah ini masih banyak aplikasi pemakaiannya, misalnya sebagai dasar ilmu menulis wafaq (rajah).
—oOo—